Bagian I
Di kantor polisi, seorang Ibu berpenampilan menarik melaporkan anak laki-lakinya yang telah menghilang sejak dua hari lalu. Tidak ada jejak dan tidak ada kabar berita. Semua temannya—sebenarnya si anak tidak mempunyai banyak teman karena sifatnya yang penyendiri dan cenderung menutup diri, telah dihubungi tapi hasilnya nihil dan tidak ada satu pun teman kampusnya yang mengetahui tentang keberadaannya.Kecuali di pagi hari ketika anaknya tersebut menghilang, seorang pembantunya menemukan sebuah digital voice recorder di halaman depan rumahnya, tepat di bawah jendela kamar si anak. Kata si Ibu, anaknya itu mempunyai hobi menulis. Ia suka menuliskan tentang apa saja yang ditemuinya dan hal-hal yang disukainya di blog pribadinya. Jadi ia meminta hadiah alat perekam suara itu pada Ayahnya yang seorang pelaut dan telah berpisah dengan mereka sebagai hadiah ulang tahunnya yang kedelapanbelas dua bulan lalu, supaya ia tidak lupa merekam dan mencatat ide apa saja yang melintas di kepalanya. Ayahnya mengirimkannya seminggu setelah hari ulang tahunnya disertai kartu ucapan selamat bergambar kota London.
Si Ibu berwajah sendu kini tersedu. Usianya telah memasuki kepala empat, ia seorang wanita karir yang sukses dan kini ia merasa dunianya runtuh. Apa gunanya semua yang telah ia capai selama ini apabila ia harus kehilangan anak satu-satunya, orang yang akan menjadi penerus keluarganya dan penerus bisnisnya. Orang yang membuatnya bersimbah peluh berjuang sampai sejauh ini. Dengan tangan gemetar dan suara parau ia menyerahkan recorder itu pada petugas piket yang menerima laporannya. Recorder itu satu-satunya yang menyimpan petunjuk berharga terkait menghilangnya anak semata wayangnya.
Si petugas memeriksa recorder itu dengan seksama. Sekilas tidak ada yang berbeda. Masih mulus seperti baru, bukti bahwa si empunya merawatnya dengan sangat baik. Kemudian dengan penasaran dan penuh minat petugas polisi itu pun menekan tombol ‘play’. Lalu terdengarlah sebuah suara berbicara, suara seorang laki-laki muda yang beranjak dewasa:
“Tes, tes! Umm… baiklah, berikut ini laporan langsung dari lapangan,” katanya memulai. “Minggu, 27 Maret. Jam 10.13. Kami baru tiba di lokasi. Cuaca cerah. Hari yang indah untuk bekerja. Kulayangkan pandang pada padang hijau kekuning-kuningan yang membentang di sekitarku. Tempat ini begitu luas dengan hutan kecil dan rawa di belakang sana. Hamparan ilalang dimana-mana.
“Ini tempat yang sempurna, aku berbisik dalam hati…”
“Anak Ibu bekerja part-time di hari Minggu?” tanya si petugas polisi menyela. Si Ibu menjelaskan kalau anaknya adalah seorang mahasiswa tingkat satu, dan ia sama sekali tak pernah kekurangan masalah keuangan.
Si petugas melanjutkan mendengarkan file rekaman suara berikutnya.
“Jam 11. 25.
“Pekerjaan kami baru selesai sekitar dua puluh persennya. Lamat-lamat, dari salah satu arah yang menuju jalan kecil ke pemukiman penduduk di belakangku terdengar sebuah suara. Lantang, suaranya berbaur dengan suara gemerisik angin yang mencumbui pucuk-pucuk ilalang.
“‘Lihat, itu dia Si Pemanggil Alien!’ tunjuk salah seorang dari mereka, pada seorang pemuda gondrong berkaos putih dan bercelana jins yang sedang melangkah dengan kaku dan melakukan gerakan aneh di tengah lapangan—aku.
“‘Itu dia! Yang sedang bekerja merobohkan alang-alang,’ timpalnya lagi.
“Aku menoleh. Sebagian anak-anak kampung yang meledek kami sinting tadi kini datang berombongan dengan Ayah mereka yang sedang libur kerja, ataupun orang-orang dewasa yang mereka kenal yang bisa mereka ajak kemari.
“Di sini, di tanah lapang seluas 6.000 meter persegi peninggalan kakekku yang sebagian besar ditumbuhi alang-alang liar setinggi pinggang pria dewasa dan menjadi tempat bermain favorit anak-anak itu, aku tengah membuat crop circle-ku sendiri. Ya, aku tidak mengada-ada dan kamu tidak salah dengar. Aku benar-benar sedang membuat lingkaran tanaman dengan pola unik yang mengandung pesan tertentu dan selalu menarik perhatian khalayak ramai di seluruh penjuru dunia itu.
“Untuk mengerjakan proyekku ini aku tidak bekerja sendirian dan dibantu oleh lima orang sukarelawan. Mereka semua adalah orang-orang yang berhasil kurangkum dari forum internet dan merupakan pembaca setia blog-ku. Mereka bekerja tanpa pamrih menyumbangkan tenaga dan waktu mereka untuk terlibat dalam proyek yang kukerjakan. Dan untuk dicatat, aku tidak meminta, melainkan mereka sendirilah yang menawarkan diri padaku untuk mendukung visi dan misiku.
“Karena, menurut mereka, aku akan melakukan sesuatu yang besar. Sesuatu yang tidak akan pernah dipikirkan atau dibayangkan oleh orang-orang normal. Yah, bisa dikatakan itu sebenarnya suatu pujian. Dan aku merasa terharu, benar-benar terharu. Aku sangat berterima kasih pada mereka.
“Tapi aku tidak mau terlalu sentimentil. Sementara aku menganggapnya hanya menuruti apa yang menjadi hasratku.
[bersambung...]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar