Bagian 3
“Aku mengagumi karya mereka di atas ladang-ladang penduduk bumi, aku menyukai misteri-misteri yang menyelimuti mereka, yang kadang berada jauh di luar batas nalar manusia. Betapa hasrat keingintahuanku yang begitu kuat dalam diriku terhadap mereka telah berubah menjadi suatu obsesi yang bahkan tak mampu dibendung oleh akal sehatku sendiri. Ini seperti…—hei, apa kamu pernah punya seorang teman Japanese-freak, seseorang yang begitu tergila-gila terhadap sesuatu yang berbau Jepang? Aku pernah, saat di SMA dulu. Temanku itu begitu menggilai manga dan anime[4], suka ber-cosplay[5]-ria, bersikeras belajar Bahasa Jepang, nge-fans sama aktris Jepang yang namanya Ayase Hiruka, dan sekarang mengambil kuliah jurusan Sastra-Jepang. Impiannya adalah agar bisa pergi ke Jepang, paling tidak sekali seumur hidupnya. Jadi, kurang lebih seperti itulah yang kurasakan saat ini.
“Nah, sekarang aku tidak akan malu-malu, atau ragu-ragu lagi, untuk mengatakannya padamu: a-ku sa-ngat i-ngin me-ngun-jungi pla-net a-li-en…” Suara si laki-laki dalam recorder seperti berbisik dengan penuh penekanan pada saat mengucapkan kalimat terakhir tersebut. Si petugas polisi segera membayangkan di dalam kepalanya seperti ada seseorang yang menggosok-gosokkan kedua tangannya karena kegirangan atas sesuatu.
Lalu suara itu kembali melanjutkan:
“Ah, ni pasti akan menjadi petualangan yang sangat menyenangkan... Tentu saja! Dan untuk menyampaikan niatku itu, aku akan melakukannya dengan membuat crop circle-ku sendiri. Bukan sembarang crop circle, tentunya. Melainkan sebuah crop circle yang berisi pesan dan penjelasan di dalamnya tentang betapa aku ingin bertemu mereka. Katakanlah itu seperti berupa suatu presentasi di dalamnya.
“Aku ingin memberi tahu mereka, para makhluk asing di luar sana, lewat pesan di padang ilalang ini agar mereka bisa membawaku serta bersama mereka saat mereka kebetulan sedang melintasi bumi. Aku yakin—yah, aku punya saja keyakinan semacam itu, tidak tahu dari mana asalnya—bahwa mereka sering melintasi orbit bumi di malam hari. Diam-diam, di antara kesunyian dan kegelapan. Oleh karena itu, ah—heheheheh...!—aku tidak sabar untuk mengatakan padamu bagian yang paling menariknya sekarang: aku berniat menawarkan diri untuk menjadi abductee[6] dan ingin diculik oleh mereka…
“Ya, ya, ya, tertawalah!
“Tidak, jangan hiraukan perasaanku.
“Puaskan kepongahanmu dengan merendahkan ketidakwarasan jalan pikiranku. Bilang aku sinting, bilang aku sakit. Tapi aku tidak gila! Aku meyakinkanmu, tidak. Malah, aku di sini akan menjadi donatur bagimu dan para penduduk bumi lainnya untuk membuktikan keberadaan mereka. Terima kasih.
“Kita belum sampai ke bagian itu, Kawan. Sebagaimana layaknya sebuah cerita petualangan, bagian yang paling menentukan segalanya selalu ditempatkan di akhir. Jadi mari kita teruskan saja ceritaku…
“Akhirnya, setelah kupikirkan hal ini berulang kali dan kuputuskan, berbekal pengetahuan cara membuat crop circle yang kulihat di Youtube, aku mulai membuat skala dan pola crop circle-ku sendiri di atas kertas. Itu tidak terlalu sulit kok kelihatannya. Tapi setidaknya itu butuh tiga hari tiga malam yang menyiksa bagiku memikirkan serta menentukan sebuah pola geometris ideal yang akan kubuat. Karena bukan hanya bentuknya harus indah dan memiliki nilai seni tinggi, namun juga harus dapat menyampaikan pesan yang ingin kusampaikan. Ini sungguh menyita pikiran dan energiku. Hampir saja aku menyerah dan melemparkan keranjang berisi gumpalan coretan-coretan sketsa itu di sudut kamarku yang menggunung keluar jendela saking stresnya, tapi kuurungkan jauh-jauh niat itu ketika pikiran itu melintas.
“Lalu suatu pagi, setelah tidur yang terasa bagai sekejap dan kepala terasa berat ketika bangun, tiba-tiba saja sebuah pikiran melintas dalam benakku. Bisa dikatakan sebuah inpirasi, ide, atau ilham, atau cetak biru tentang pola crop circle yang akan kubuat menghinggapi sel otakku begitu saja. Dan tidak hanya sepatah dua patah pesan yang akan dapat dimuat disitu. Melainkan seluruh alinea per alinea serta paragraf per pargaraf pesan yang ingin kusampaikan dapat terjelaskan di sana! Menakjubkan, bukan? Lama aku tercenung dalam diam. Dan menyadari betapa kekuatan hasrat dapat mewujudkan segalanya.
“Selama seminggu setelah hari itu aku pun mulai merencanakan semuanya dan menuliskan pesan-pesan apa saja yang hendak kusampaikan di dalam crop circle-ku kelak. Ini tidak terlalu sulit. Karena aku hanya perlu menumpahkan gagasan serta apa yang menjadi hasrat terliarku selama ini di atas kertas. Kemudian aku pun menyiapkan gambar pola yang telah kutentukan dan mencetaknya, mengukur, menghitung skala, termasuk juga meninjau lokasi yang akan menjadi lokasi pembuatannya. Semuanya berhasil keluar dengan sukses dari kepalaku.
“Tak lupa, aku lantas memposting rencanaku ini di blog. Beragam komentar serta tudingan kudapatkan hanya beberapa jam berselang, tapi itu sama sekali tidak mengecilkan niatku. Malah, menjadikanku semakin tertantang untuk melakukannya. Tekadku sudah bulat.
“Oke, aku tidak bermaksud mendramatisir. Tidak semua komentar yang masuk bernada merendahkan kok, ada juga yang hanya sekedar geleng-geleng kepala menanggapi niatku, atau mendukungku. Buktinya, aku patut bersyukur, toh, lewat posting tersebutlah aku mendapatkan hadiah tak terduga, yakni lima orang tenaga sukarelawan yang bersedia membantuku.
“Kawan, bayangkan betapa girangnya hatiku saat itu! Membayangkan semua rencana yang telah kususun dalam imajinasiku selama ini akan segera berbuah menjadi kenyataan…
[bersambung...]
[bersambung...]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar